Setelah satu tahun nganggur dan menjalanin hari-hari dengan belajar bahasa Perancis di Jogja dari pagi sampai sore, akhirnyaaa,,,
Gue kuliah, sudah 4 minggu gue menyandang status sebagai "Mahasiswi UNICAEN".
Selama setahun kursus bahasa di Jogja, tiap kali ada yang nanya "Kamu kuliah dimana?", gue harus muter otak untuk menyiapkan jawaban, parce que ça va être compliqué, salah jawab sedikit bisa bahaya karena gue engga mau terkesan sombong dan songong :(
Mari ke inti cerita, itu tadi baru intermezzo.
Sebenernya gue mau ngasih judul postingan ini "Cobaan hidup di Perancis", iya karena memang itu inti dari tulisan ini, tapi kalian jangan mikir buruk, postingan ini ditulis bukan buat sarana mengluh, tapi murni ingin berbagi hal-hal yang gue alami disini.
Mimpi gue sedari SMP adalah pengen ke Perancis, semakin beranjak dewasa, semakin juga gue serius untuk meraih mimpi itu. Et finallement, gue bisa nginjekin kaki di sini, di Perancis.
Gue berhasil keluar dari comfort zone ketika mulai merantau ke Jogja dan setelahnya gue berhasil (lagi) meningglkan comfort zone yang sekarang dengan cara merantau ke Perancis. Awalnya excited dan terharu, tapi semakin ke sini gue udah mulai terbiasa, kadang malah ketika bangun pagi, buka jendela, denger orang ngomong pakai bahasa Perancis, gue bergumam "Oh iya ya lo udah di Perancis ki".
Banyak yang berkata "Wah enak ya bisa ke Perancis. Wah asik ya kuliah di luar negeri".
Hmmm gimana ya, gue cuma bisa senyum aja kalau orang bilang gitu, gue seneng dan bersyukur serta merasa beruntung sekali karena bisa kuliah di sini. Tapi, semuanya engga seindah dan engga segampang yang orang lain bayangkan dan pikirkan.*drama banget*.
Dan sekarang akan gue jabarkan beberapa tantangan yang gue alamin selama dua bulan ini hidup di negeri orang.
1. Bahasa
Sekalipun sudah kursus bahasa asing selama hampir satu tahun, engga menjamin kita bisa langsung fasih sekali berbicara bahasa itu, ditambah lagi sesampainya disini, gue langsung masuk ke dunia perkuliahan, kalau dulu di tempat kursus masih bisa nyempil bicara bahasa Indonesia, di sini, mau engga mau ya harus bicara bahasa Perancis, alhasil karena bahasa Perancis gue belum terlalu fasih, gue kesusahan sekali mengikuti dunia perkuliahan.
Gue jelaskan dulu, kuliah di sini itu ada dua macam kelas, kelas CM (Cours Magistral) dan kelas TD (Travaux Digire). Kelas CM itu kelas besar yang satu kelas isinya bisa 200-300 orang, tempatnya di auditorium, bisa dua kali lebih besar ketimbang ruang bioskop.
Di kelas ini kadang untung-untungan, kalau dosen nya ngejelasin pakai power point, gue beurntung, tapi kalau dosen nya ngejelasin tanpa power point semisalnya di dikte-in gitu, Subhanallah, mumet gue karena kadang ini telinga kurang jelas dengernya + belum terlalu banyak kosa kata Perancis yang gue tau. hahaha. Di kelas CM gue selalu ngerekam penjelasan dosen biar bisa didengerin lagi sehabis kuliah selesai. Jadi misalnya empat jam kelas CM, ya empat jam juga hp gue harus kerja keras.
Lain lagi sama kelas TD, yang artinya kelas kecil, jadi kalau satu jurusan itu muridnya 200-an, nah dari 200 itu dibagi lagi menjadi enam kelas kecil, yang isinya sekitar 30-an siswa per kelas. Disini gue lumayan bisa memahami karena lebih jelas terdengar oleh gue. Tapi justru dikelas ini gue sering ketakutan, takut kalau dosen tiba-tiba nanya ke gue engga ngerti, takut kalau disuruh ngerjain tugas tappi gue engga ngerti dsb.
Temen-temen gue yang senasib, juga bilang bahwa menjadi mahasiswa etranger itu memang engga mudah, malah kata mereka, biasanya 3 semester awal lo engga akan terlalu mengerti dan kesusahan mengikuti dunia perkuliahan.
2. Makanan
Dulu waktu masih di Indonesia, gue sering liat bule di Malioboro yang makan di MCD, gue heran kenapa mereka pergi ke negeri orang tapi engga mau berusaha untuk menyelaraskan diri dengan lingkungan sekitar, misalkan dengan makan nasi pecel, gudeg, atau soto ayam pinggir jalan. Sampai ketika gue di Perancis.
Ternyata oh ternyata gue juga melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan para bule waktu di Indonesia. sekarang pun gue tiap hari makannya masih nasi, selalu nyari nasi dimana-mana, masih berasa engga makan kalau makannya bukan pakai nasi. masih suka makan gorengan, masih doyan bikin es teh manis atau beli Indomie goreng di toko asia.
En plus, disini susah sekali mencari makanan halal, kalaupun ada, engga banyak, seperti nugget misalnya, engga enak sama sekali atau kalaupun beli makanan diluar, misalnya mereka jual ayam, tapi juga ada menu babi.
Satu-satunya tempat makan yang terjamin ke hahal-an nya adalah di warung kebab. By the way, kebab disini itu pakai roti ya bukan yang kaya di Indonesia,
3. Jadi minoritas
Menjadi minoritas itu engga mudah, kalau di Indonesia masjid itu banyak, disini masjid cuma ada dua, dan jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal gue, kalau di Indonesia lo bisa dengar suara adzan yang cakupannya bisa sampai 500 Meter, disini engga bisa, karena itu dianggap SARA.
Kalau di Indonesia gue bisa dengan nyaman hati mengenakan jilbab, disini, kadang gue merasa takut dan khawatir , karena dari cerita yang gue tau, islam itu engga disukai di Perancis (Orang perancis langsung yang bilang ke gue), mungkin karena akhir-akhir ini banyak keajadian yang engga menggenakan di sini. Well, sebelum masuk kuliah gue takut pas nanti di kampus engga ada yang mau temenan sama gue karena gue muslim tapi ketika sudah mulai kuliah, gue dapat temen juga yang engga mempermasalahkan tentang gue yang pakai jilbab, atau misalkan gue nanya ke orang yang engga di kenal, mereka responnya Alhamdulillah sejauh ini selalu baik dan ramah ke gue. *sumpah ini banyak banget "gue", susah ya ternyata bikin kalimat yang efektif :(
Ngomong-ngomong ada kejadian lucu antara gue dan salah seorang teman di kampus. Pernah suatu ketika waktu kami baru keluar dari perpustaaan dia nanya ke gue
(Bahasa udah di translate)
👩ki, kamu muslim ya?
👧Iya aku muslim
👩Oh iya pantas kamu pakai jilbab, apa kamu sudah menikah?
👧belum, kenapa kamu mikir begitu?
👩ah non, aku kira perempuan yang pakai jilbab artinya sudah menikah
👧(sambil senyum) perempuan muslim, menikah engga menikah, mereka diperintahkan untuk pakai jilbab karena itu identitas diri.
Eeaaaa.... haha jadi tukang dakwah sehari.
4. Individualis
Orang Perancis itu individualis sekali lho, acuh tak acuh lah istilahnya, misalanya di kampus, mereka sudah punya teman satu atau dua orang, nah mereka engga terlalu tertarik lagi untuk nyari temen tambahan, mereka kayanya engga berambisi punya banyak kerabat. Dan di sini juga orang-orang engga malu untuk "sendiri", misalnay di kampus sendiri, kelar kelas, pulang deh, bodo amat gue punya teman atau engga, mungkin kurang lebih seperti itu konsep pikiran mereka. Alhasil gue sebagai orang Indonesia yang mayoritasnya pengen punya banyak kenalan,, jadi kesusahan nyari teman, tapi syukurnya, gue udah punya beberapa teman di kelas.
Nah itu dia empat point, "empat doang tuh ki",, weee empat itu aja udah nyes lhooooo hahaha. Lain kali kalau ada hal lain bakal gue update lagi deh.
Kalau kalian gimana? apa hal yang kurang enak yang kalian rasain pas jadi perantau? Cerita dong ke gue..
Gue kuliah, sudah 4 minggu gue menyandang status sebagai "Mahasiswi UNICAEN".
Unicaen pas gue foto ini masih liburan, lumayan sepi.
Mari ke inti cerita, itu tadi baru intermezzo.
Sebenernya gue mau ngasih judul postingan ini "Cobaan hidup di Perancis", iya karena memang itu inti dari tulisan ini, tapi kalian jangan mikir buruk, postingan ini ditulis bukan buat sarana mengluh, tapi murni ingin berbagi hal-hal yang gue alami disini.
Mimpi gue sedari SMP adalah pengen ke Perancis, semakin beranjak dewasa, semakin juga gue serius untuk meraih mimpi itu. Et finallement, gue bisa nginjekin kaki di sini, di Perancis.
Gue berhasil keluar dari comfort zone ketika mulai merantau ke Jogja dan setelahnya gue berhasil (lagi) meningglkan comfort zone yang sekarang dengan cara merantau ke Perancis. Awalnya excited dan terharu, tapi semakin ke sini gue udah mulai terbiasa, kadang malah ketika bangun pagi, buka jendela, denger orang ngomong pakai bahasa Perancis, gue bergumam "Oh iya ya lo udah di Perancis ki".
Banyak yang berkata "Wah enak ya bisa ke Perancis. Wah asik ya kuliah di luar negeri".
Hmmm gimana ya, gue cuma bisa senyum aja kalau orang bilang gitu, gue seneng dan bersyukur serta merasa beruntung sekali karena bisa kuliah di sini. Tapi, semuanya engga seindah dan engga segampang yang orang lain bayangkan dan pikirkan.*drama banget*.
Dan sekarang akan gue jabarkan beberapa tantangan yang gue alamin selama dua bulan ini hidup di negeri orang.
1. Bahasa
Sekalipun sudah kursus bahasa asing selama hampir satu tahun, engga menjamin kita bisa langsung fasih sekali berbicara bahasa itu, ditambah lagi sesampainya disini, gue langsung masuk ke dunia perkuliahan, kalau dulu di tempat kursus masih bisa nyempil bicara bahasa Indonesia, di sini, mau engga mau ya harus bicara bahasa Perancis, alhasil karena bahasa Perancis gue belum terlalu fasih, gue kesusahan sekali mengikuti dunia perkuliahan.
Gue jelaskan dulu, kuliah di sini itu ada dua macam kelas, kelas CM (Cours Magistral) dan kelas TD (Travaux Digire). Kelas CM itu kelas besar yang satu kelas isinya bisa 200-300 orang, tempatnya di auditorium, bisa dua kali lebih besar ketimbang ruang bioskop.
Salah satu kelas CM, mas didepan gue "kuliah banget"
Di kelas ini kadang untung-untungan, kalau dosen nya ngejelasin pakai power point, gue beurntung, tapi kalau dosen nya ngejelasin tanpa power point semisalnya di dikte-in gitu, Subhanallah, mumet gue karena kadang ini telinga kurang jelas dengernya + belum terlalu banyak kosa kata Perancis yang gue tau. hahaha. Di kelas CM gue selalu ngerekam penjelasan dosen biar bisa didengerin lagi sehabis kuliah selesai. Jadi misalnya empat jam kelas CM, ya empat jam juga hp gue harus kerja keras.
Lain lagi sama kelas TD, yang artinya kelas kecil, jadi kalau satu jurusan itu muridnya 200-an, nah dari 200 itu dibagi lagi menjadi enam kelas kecil, yang isinya sekitar 30-an siswa per kelas. Disini gue lumayan bisa memahami karena lebih jelas terdengar oleh gue. Tapi justru dikelas ini gue sering ketakutan, takut kalau dosen tiba-tiba nanya ke gue engga ngerti, takut kalau disuruh ngerjain tugas tappi gue engga ngerti dsb.
Temen-temen gue yang senasib, juga bilang bahwa menjadi mahasiswa etranger itu memang engga mudah, malah kata mereka, biasanya 3 semester awal lo engga akan terlalu mengerti dan kesusahan mengikuti dunia perkuliahan.
2. Makanan
Engga di Indonesia engga di Perancis, tetep aja gue goyannya nasi goreng
Dulu waktu masih di Indonesia, gue sering liat bule di Malioboro yang makan di MCD, gue heran kenapa mereka pergi ke negeri orang tapi engga mau berusaha untuk menyelaraskan diri dengan lingkungan sekitar, misalkan dengan makan nasi pecel, gudeg, atau soto ayam pinggir jalan. Sampai ketika gue di Perancis.
Ternyata oh ternyata gue juga melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan para bule waktu di Indonesia. sekarang pun gue tiap hari makannya masih nasi, selalu nyari nasi dimana-mana, masih berasa engga makan kalau makannya bukan pakai nasi. masih suka makan gorengan, masih doyan bikin es teh manis atau beli Indomie goreng di toko asia.
En plus, disini susah sekali mencari makanan halal, kalaupun ada, engga banyak, seperti nugget misalnya, engga enak sama sekali atau kalaupun beli makanan diluar, misalnya mereka jual ayam, tapi juga ada menu babi.
Satu-satunya tempat makan yang terjamin ke hahal-an nya adalah di warung kebab. By the way, kebab disini itu pakai roti ya bukan yang kaya di Indonesia,
3. Jadi minoritas
Kalau di Indonesia gue bisa dengan nyaman hati mengenakan jilbab, disini, kadang gue merasa takut dan khawatir , karena dari cerita yang gue tau, islam itu engga disukai di Perancis (Orang perancis langsung yang bilang ke gue), mungkin karena akhir-akhir ini banyak keajadian yang engga menggenakan di sini. Well, sebelum masuk kuliah gue takut pas nanti di kampus engga ada yang mau temenan sama gue karena gue muslim tapi ketika sudah mulai kuliah, gue dapat temen juga yang engga mempermasalahkan tentang gue yang pakai jilbab, atau misalkan gue nanya ke orang yang engga di kenal, mereka responnya Alhamdulillah sejauh ini selalu baik dan ramah ke gue. *sumpah ini banyak banget "gue", susah ya ternyata bikin kalimat yang efektif :(
Ngomong-ngomong ada kejadian lucu antara gue dan salah seorang teman di kampus. Pernah suatu ketika waktu kami baru keluar dari perpustaaan dia nanya ke gue
(Bahasa udah di translate)
👩ki, kamu muslim ya?
👧Iya aku muslim
👩Oh iya pantas kamu pakai jilbab, apa kamu sudah menikah?
👧belum, kenapa kamu mikir begitu?
👩ah non, aku kira perempuan yang pakai jilbab artinya sudah menikah
👧(sambil senyum) perempuan muslim, menikah engga menikah, mereka diperintahkan untuk pakai jilbab karena itu identitas diri.
Eeaaaa.... haha jadi tukang dakwah sehari.
4. Individualis
Orang Perancis itu individualis sekali lho, acuh tak acuh lah istilahnya, misalanya di kampus, mereka sudah punya teman satu atau dua orang, nah mereka engga terlalu tertarik lagi untuk nyari temen tambahan, mereka kayanya engga berambisi punya banyak kerabat. Dan di sini juga orang-orang engga malu untuk "sendiri", misalnay di kampus sendiri, kelar kelas, pulang deh, bodo amat gue punya teman atau engga, mungkin kurang lebih seperti itu konsep pikiran mereka. Alhasil gue sebagai orang Indonesia yang mayoritasnya pengen punya banyak kenalan,, jadi kesusahan nyari teman, tapi syukurnya, gue udah punya beberapa teman di kelas.
Nah itu dia empat point, "empat doang tuh ki",, weee empat itu aja udah nyes lhooooo hahaha. Lain kali kalau ada hal lain bakal gue update lagi deh.
Kalau kalian gimana? apa hal yang kurang enak yang kalian rasain pas jadi perantau? Cerita dong ke gue..